Friday, March 12, 2010

"Saya Memilih Islam, Meski Harus Melawan Budaya dan Keluarga"


Nama muslimnya Aysha. Muslimah ini berasal dari Hungry Utara. Pertama kali mendengar tentang Islam ketika ia masih di sekolah menengah saat mata pelajaran sejarah. Sekedar informasi, Hungaria pernah berada dibawah pendudukan Turki selama 150 tahun.



Selanjutnya, Aysha melanjutkan pengajian di universiti jurusan biologi molekular, di mana ia bertemu dengan banyak mahasiswa Muslim dari negara lain. Sejak lama sebenarnya Aysha bertanya-tanya mengapa Muslim selalu bangga dengan kemuslimannya. Aysha sendiri, ketika itu penganut agama Kristen Katolik. Ia cukup taat dengan agamanya, tapi ia masih meragukan dan tidak setuju dengan beberapa bahagian dari ajaran agamanya, misalnya; bagaimana Tuhan boleh memiliki anak laki-laki. Ia juga tidak mempercayai konsep Triniti dalam ajaran Katolik.



Aysha kemudian sering berdiskusi dengan teman-temannya. Suatu ketika ia dan teman-temannya sedang makan malam dan terdengar suara azan. Salah seorang temannya meminta mereka diam sejenak, tapi Aysha menolak. Meskipun demikian, Aysha mengaku sangat terkesan temannya itu dan merasakan sesuatu telah menyentuh hatinya.



Pada suatu musim panas, Aysha melayari program Al-Quran di internet. Ia tidak tahu mengapa dan untuk apa ia melakukan hal. Aysha lalu mendengarkan ayat-ayat suci Al-Quran dalam bahasa Arab dan membaca terjemahannya dalam bahasa Inggeris. Sejak itu, Aysha banyak berpikir tentang agama Islam dan ia mulai banyak membaca banyak buku tentang Islam.



Setelah dua bulan terus memikirkan agama Islam, Aysha memutuskan untuk masuk Islam. Saya mengucapkan dua kalimat syahadat disaksikan oleh dua sahabat saya, "La ilaha illa Allah, Muhammad rasul Allah".



"Saya memilih Islam, meskipun harus melawan budaya dan keluarga, terutama ibu saya," kata Aysha.



Bulan Ramadan pun tiba. Aysha membulatkan tekadnya untuk memulai kehidupan barunya sebagai seorang Muslimah bersama bulan suci Ramadan. Dan ia bersyukur karena berhasil melalui bulan Ramadan dengan berjaya. Hal yang paling sulit buat Aysha sebagai seorang mualaf adalah saat ia belajar solat, karena ia tinggal di lingkungan non-Muslim dan ia tidak boleh bertanya pada orang-orang di sekelilingnya.



"Saya belajar sendiri bagaimana cara solat dari Internet, kerana tidak ada yang menunjukkan pada saya bagaimana melaksanakan solat , bagaimana cara berwuduk, atau apa doa yang diucapkan sebelum melakukan kegiatan itu serta bagaimana etika dan hukum Islam itu," tutur Aysha.

Aysha pernah punya seorang teman lelaki yang membuatnya patah semangat. Temannya itu mengatakan bahwa Aysha tidak pernah memahami Islam, karena Aysha tidak dilahirkan sebagai seorang Muslim. Ketika Aysha mengatakan bahwa ia ingin berpuasa pada bulan Ramadan, temannya itu mengatakan bahwa puasa bulan Ramadan bukan hanya menahan lapar. Waktu itu Aysha baru satu bulan menjadi seorang muslim.

"Saat itu saya ketakutan, bagaimana jika saya tidak pernah belajar menunaikan salat dalam bahasa Arab? Bagaimana jika saya tidak melakukannya dengan cara yang benar? Dan saya tidak punya jilbab atau sajadah untuk solat. Tak yang membantu saya, sehingga saya begitu ketakutan," ungkap Aysha.

"Tapi ketika saya mulai salat, saya berpikir Allah pasti sedang tersenyum melihat saya sekarang. Kerana saya menuliskan bacaan-bacaan solat di selembar kertas di atas kertas, beserta instruksinya. Saya memegang kertas itu di tangan kanan dan membacanya dengan keras. Kemudian sujud dan membacanya lagi dan begitu seterusnya. Saya yakin saya terlihat sangat lucu. Tapi kemudian saya berhasil menghafal bacaan-bacaan solat dalam bahasa Arab begitu," cerita Aysha.

Aysha lalu membuka akaun di Facebook. Di laman sosial itu, Aysha mendapat banyak teman baru dan banyak saudara sesama muslimah. Dari sahabat-sahabatnya di internet, Aysha mendapatkan banyak perhatian dan dukungan. Seorang laki-laki muslim melamarnya, dari lelaki itu Aysha mendapatkan jilbab pertamanya, sajadah dan buku-buku Islam. Ia juga mendapatkan Al-Quran pertamanya dalam bahasa Arab yang dikirim dari Yordania karena ia sulit mendapatkan Al-Quran di Hungry. Sekarang, sudah lebih dari setahun Aysha memakai jilbab.

Aysha mengalami kisah yang sangat buruk dengan ibunya. Ibu Aysha selalu mengatakan bahwa Aysha akan menjadi teroris, bahwa Aysha akan meninggalkan ibunya seperti Aysha meninggalkan agama Katolik yang dianutnya dan bahwa Aysha juga akan meninggalkan Hungry, negara kelahirannya.Ibu Aysha menaruh semua makanan yang mengandung daging babi di dalam makanan dan tentu saja Aysha menolak untuk memakannya. Hal seperti itu kadang membawa pertengkaran besar antara Aysha dan ibunya.

"Ibu tidak senang melihat saya solat dan berjilbab. Saya selalu salat di dalam bilik agar ibu tidak melihat aku solat dan mengenakan jilbab. Ibu selalu berkata,'Aku melahirkan seorang anak Kristen, bukan seorang Muslim yang berjilbab'," kisah Aysha menirukan ucapan ibunya.



"Jadi, kami punya masalah serius, tapi saya tidak pernah kasar pada Ibu. Alhamdulilah, ibu sudah tenang sekarang dan tampaknya ia menerima keislaman saya. Saya benar-benar bersyukur kepada Allah untuk itu. Sekarang saya keluar rumah dengan berjilbab, dan ibu tidak mengatakan apa-apa," ungkap Aysha.



Hubungan Aysha dengan sang ayah, yang sejak lama dingin dan tidak saling bertegur sapa, juga membaik setelah Aysha memeluk Islam. Aysha mencoba membuka kembali komunikasi dengan ayahnya, dan kini ayah Aysha mulai mengunjunginya secara teratur.



"Ya, hidup saya adalah ujian besar tapi saya bersyukur pada Tuhan karena memiliki kesabaran dan harapan. Pada hari kiamat saya akan sangat bersyukur atas semua itu. Jadi aku berusaha untuk menjadi lebih baik dan lebih baik, dan belajar lebih banyak dan lebih banyak untuk memahami agama saya," ujar Aysha.

Ia melanjutkan, "Saya percaya semuanya sudah ditakdirkan, jadi apa pun yang Allah katakan akan terjadi kepada saya, tidak bisa berubah, tapi saya dapat memilih untuk menjalani hidup dengan baik."

"Saya sering membantu satu sama lain di Debrecen. Saya membuat projek mengumpulkan pakaian bekas untuk camp pengungsi.. Ada banyak Muslim di sana yang tidak punya rumah karena perang. Jadi kami mengumpulkan pakaian, kami pergi ke sana dan saya membuatkan roti Pakistan untuk anak-anak dan perempuan, mereka sangat bahagia dan sangat menyenangkan bisa bertemu mereka," papar Aysha.

Ia juga mencoba memberikan bimbingan pada para pengungsi yang ingin masuk Islam atau baru saja masuk Islam. Di camp pengungsi Aysha bertemu dengan dua muslimah Hungry yang baru masuk Islam. Pada mereka, Aysha memberikan buku-buku, sajadah dan Al-Quran. "Alhamdulillah. Kami salat bersama dan mereka benar-benar bahagia," kata Aysha haru.



Aysha menyatakan bahwa ia selalu berusaha memberikan kesan bahwa umat Islam adalah umat yang ramah dan memiliki hati yang penuh kasih sayang. Dulu, Aisyah akan bersuara keras jika ada seseorang melontarkan pernyataan yang membuatnya merasa terganggu. Tapi sekarang, Aysha selalu memberikan contoh yang baik sebagai seorang muslimah, kemanapun ia pergi. Aysha, meski baru masuk Islam satu setengah tahun yang lalu, kini sudah menunaikan salat lima waktu dengan rutin, banyak membaca buku Islam dan Al-Quran, berusaha mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah dan sekarang sedang belajar bahasa Arab.

1 comment:

  1. you make me happy tear we need Allah way with islam

    ReplyDelete